Sunday 2 June 2013

Penggunaan Obat Rasional 1



Setiap manusia di dalam kehidupannya kemungkinan besar pernah menderita sakit. Anak-anak, dewasa, maupun orangtua memiliki kebutuhan akan pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah obat-obatan. Berkunjung atau berkonsultasi ke dokter merupakan hal yang wajar apabila terdapat keluhan kesehatan mulai terasa mengganggu.

Namun saat ini pengertian akan konsultasi medis atau kunjungan ke dokter mengalami pergeseran menjadi kunjungan berobat atau pemberian obat. Pasien menuntut untuk diberikan obat setiap kali berkonsultasi ke dokter. Tidak jarang pula harapan pasien akan obat tersebut adalah kemanjurannya menyembuhkan penyakit dalam 1-2 kali minum. Padalah setiap penyakit memiliki waktunya sendiri-sendiri untuk masa penyembuhan.



Menurut kamus bahasa Indonesia, konsultasi medis adalah perundingan antara pemberi dan penerima layanan kesehatan untuk mencari penyebab terjadinya penyakit dan untuk menentukan cara-cara pengobatannya. Dalam kata lain konsultasi medis adalah sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dimana tidak selalu KIE mengenai penyakit tersebut membutuhkan obat (tergantung penyakitnya) untuk sarana penyembuhan.



Jadi sejak kapan asumsi konsultasi medis menjadi sarana untuk memperoleh obat? Entah sejak kapan mulainya namun hal ini sudah berlangsung puluhan tahun tanpa ada yang sanggup untuk menghentikannya.

Penggunaan obat tidak rasional adalah masalah yang terjadi di seluruh dunia. WHO mengestimasikan sekitar lebih dari 50% obat yang diresepkan, dibagikan, dan dijual tidaklah tepat. Dan sekitar 50% pasien tidak mengonsumsi obat dalam aturan yang benar.

Menurut WHO, penggunaan obat berlebih, kurangnya dosis pengobatan, dan pemberian obat tidak pada tempatnya dapat mengakibatkan pemborosan sumber daya kesehatan, peningkatan resistensi kuman terhadap obat (untuk jenis antibiotika), dan meningkatkan gangguan kesehatan akibat dari efek samping obat.

Di Amerika Serikat, kematian akibat efek samping obat mencapai posisi ke-6 sebagai penyebab kematian terbanyak. Dalam sudut pandang keuangan, biaya akibat dari pemberian obat yang tidak perlu dan obat yang terlalu banyak, terutama di negara berkembang yang tidak memiliki asuransi kesehatan, sangatlah tinggi.

WHO mengadvokasikan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan obat yang lebih rasional:

Pembentukan badan nasional multidisiplin untuk mengkoordinasikan peraturan penggunaan obat
Penggunaan panduan klinis
Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional
Pembentukan komite obat dan terapeutik di daerah dan rumah sakit
Memasukkan pelatihan farmakoterapi berbasis pemecahan masalah dalam kurikulum sarjana
Melanjutkan edukasi medis mencakup pelayanan sebagai persyaratan lisensi
Supervisi, audit, dan umpan balik
Penggunaan informasi independen mengenai obat
Edukasi publik mengenai obat
Hindari insentif finansial tanpa alasan
Penggunaan regulasi yang cocok dan diperkuat
Ekspenditur pemerintah yang cukup untuk memastikan adanya obat dan staff

Penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2000 memperlihatkan hasil bahwa sekitar 60% antibiotika yang tidak perlu diresepkan di Nigeria dan sekitar 50% di Nepal sehingga rata-rata pemberikan antibiotik tidak perlu di seluruh dunia mencapai angka 50%

Pengobatan esensial adalah pengobatan yang memenuhi prioritas kebutuhan pelayanan kesehatan dari populasi. Pengalaman membuktikan bahwa pemilihan pengobatan esensial yang tepat akan meningkatkan kualitas kesehatan lebih baik, penatalaksanaan pengobatan terbaik, peningkatan kualitas obat yang diberikan, serta biaya pengobatan yang lebih efektif. Pengobatan secara rasional akan meningkatkan perbaikan sistim kesehatan dimana hal ini membutuhkan kerjasama berbagai pihak.

Perlukah Obat?
Batuk, pilek, demam, diare adalah keluhan sehari-hari yang membawa seorang pasien berobat ke dokter. Keluhan yang sebenarnya banyak disebakan oleh virus dan akan sembuh sendiri dalam beberapa hari tanpa obat ini merupakan gejala yang paling banyak mengalami polifarmasi dan penggunaan antibiotik tidak pada tempatnya.

Sebagai contoh, rina terburu-buru membawa andi anaknya yang berumur 1 tahun karena batuk-pilek sejak kemarin. Ibu rina yang menemaninya sudah ribut menuntut anaknya untuk membawa andi ke dokter. Setelah mengantri cukup lama, akhirnya rina bertemu dengan Dokter Spesialis Anak (DSA) andi. Rina menjelaskan bahwa andi mengalami batuk pilek, sedikit demam, dan tidak nafsu makan sejak kemarin. Rina meminta obat yang paling bagus agar anaknya cepat sembuh. Selesai memeriksa, DSA akhirnya memberikan 4 macam obat untuk andi, puyer campuran obat batuk-pilek dan alergi, obat demam, vitamin penambah nafsu makan, dan antibiotik, semua paten. Rina dan ibunya keluar dari kamar periksa dengan puas.

Perlukah semua obat tersebut dikonsumsi?

No comments:

Post a Comment